HAK NAFKAH BAGI ISTRI DAN ANAK


 apa hak hak seorang istri??
 apa kewajiban seorang suami?
 bagaimana cara untuk menuntut hak kepada suami?

Perkawinan adalah sebuah ikatan yang mengakibatkan munculnya sebuah tanggung jawab, yang mengakibatkan munculnya hak dan kewajiban bagi masing masing pihak yakni suami dan istri. Dan sehubungan dengan banyaknya pertanyaan seputar apa saja hak hak seorang istri, hal in dikarenakan banyaknya istri istri yang kurang memahami hak haknya dari sang suami, maka disini kami mencoba memberikan gambaran mengenai hak hak istri dan anak, baik dalam perkawinan maupun setelah terjadi perceraian.

 Dari semua permasalahan yang ada pada sebuah keluarga, entah itu masalah ekonomi, atau apapun seorang suami mempunyai tanggung jawab kepada istrinya untuk menyampaikan atau memberikan hak hak kepada istrinya.

Masalah suami yang tidak mau memberikan nafkah pada keluarga banyak terjadi di sebagian masyarakat kita. Untuk istri atau ibu yang tidak mempunyai penghasilan, hal ini tentu sangat memberatkan karena harus menanggung biaya perawatan dan pendidikan anak-anaknya.

Secara normatif, hukum di Indonesia, khususnya mengenai hak nafkah untuk istri dan anak, baik dalam masa perkawinan maupun setelah perceraian, dapat dikatakan sudah cukup melindungi kepentingan perempuan. Pasal 34 ayat 1 UU Nomor 1/1974 tentang Perkawinan, menyatakan bahwa: Suami wajib melindungi isterinya dan memberikan segala keperluan hidup berumahtangga sesuai dengan kemampuannya. Ini berarti bahwa suami berkewajiban penuh memberikan nafkah untuk keluarganya (anak dan istri).

Ketentuan ini merupakan konsekuensi dari ketentuan yang menetapkan suami sebagai kepala keluarga dan istri sebagai ibu rumahtangga serta pengurus rumahtangga sebagaimana yang ditentukan oleh Pasal 31 ayat 3. Sebenarnya, bila kita tilik lebih jauh, pembagian peran seperti ini akan menimbulkan ketergantungan secara ekonomi untuk pihak perempuan (istri). Akibat lebih jauhnya, perempuan (istri) tidak memiliki "akses ekonomi" yang sama dengan suami dimana istri tidak memiliki kekuatan untuk memaksa suami memberikan nafkah yang cukup untuk keluarganya. Sehingga seringkali suami memberi nafkah sesuka hatinya saja.


Menurut ketentuan pasal 34 ayat 1 UU Perkawinan, baik nafkah istri maupun anak, adalah menjadi tanggung jawab suami atau ayah anak-anak. Tetapi dari beberapa kasus yang ditangani LBH APIK, istri yang diberi tanggungjawab mengatur semua kebutuhan keluarga terkadang sangat sulit mendapatkan hak nafkah dari suaminya, baik karena kemiskinan mereka maupun karena sikap suami yang menjadikan nafkah sebagai alat untuk menegaskan kekuasaannya sebagai suami. Akibatnya, banyak kaum isteri terpaksa dihadapkan pada suatu situasi yang tidak pernah dibayangkan sebelumnya khususnya untuk mereka yang tidak pernah bekerja. Pada situasi dimana suami meninggalkan keluarga begitu saja tanpa ada kabar berita, situasinya semakin sulit karena disamping tidak ada kejelasan tentang status perkawinannya, suami tidak dapat lagi ditemui atau dilacak tempat tinggalnya.



Sayangnya tidak ada sebuah institusi sosial pun yang dapat menolong keadaan ini. Biasanya para istri minta bantuan keluarga -- baik keluarga suami maupun keluarga istri sendiri -- namun tentu saja hal ini tidak dapat diandalkan sebagai sebuah penyelesaian yang tuntas atas masalah ini. Namun demikian anda dapat menempuh cara-cara berikut ini:

a. Meminta bantuan Badan Penasihat Perselisihan Perkawinan

Meski seringkali tidak memuaskan karena cenderung memberikan nasihat yang bias gender dan tidak memiliki daya implementasi dan pemberian sanksi apa-apa kecuali memberi nasihat, namun badan inilah yang secara resmi bertanggungjawab untuk masalah-masalah yang terjadi dalam perkawinan.

b. Meminta bantuan kepada instansi tempat suami bekerja

Cara ini bisa Anda lakukan dengan membuat surat permohonan yang ditujukan kepada pimpinan perusahaan/instansi tempat suami Anda bekerja. Sebutkan juga, sudah berapa lama suami Anda tidak memberikan nafkah kepada keluarga, sementara Anda sendiri tidak bekerja atau anda bekerja tapi tidak dapat mencukupi kebutuhan pendidikan dan penghidupan anak-anak termasuk perawatan kesehatannya.

c. Melakukan Upaya Hukum

Jika jalan musyawarah seperti diatas tidak membawa hasil, Anda dapat melakukan upaya hukum baik ke Pengadilan Negeri (bagi yang non muslim) maupun ke Pengadilan Agama (untuk yang muslim). Pasal 34 ayat 3 UU Perkawinan menyatakan bahwa jika suami atau istri melalaikan kewajibannya, masing-masing dapat mengajukan gugatan kepada Pengadilan.

Selain itu Anda juga dapat mengadukan secara pidana berdasarkan ketentuan pasal 304 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Pasal ini mengancam hukuman maksimal dua tahun delapan bulan bagi pihak yang sengaja menempatkan atau membiarkan seseorang dalam keadaan sengsara, padahal menurut hukum yang berlaku baginya atau karena persetujuan dia wajib memberi kehidupan, perawatan atau pemeliharaan kepada orang itu. Untuk mengurus proses ini Anda bisa meminta bantuan Lembaga Bantuan Hukum atau pengacara terdekat.
  

Pasal 41 UU Perkawinan menentukan bahwa akibat putusnya perkawinan suami tetap memiliki kewajiban memberikan nafkah kepada anak-anaknya. Ketentuan ini juga dipertegas oleh pasal 105 (c) Kompilasi Hukum Islam. Namun demikian pasal 41 (b) UU Perkawinan juga menyatakan bahwa bila Bapak dalam kenyataanya tidak dapat memenuhi kewajiban tersebut, Pengadilan dapat menentukan bahwa ibu ikut memikul biaya tersebut. Prinsip ini diperkuat oleh Keputusan Presiden nomor 36 tahun 1990 tentang ratifikasi Konvensi Hak Anak pasal 18 ayat 1 serta UU nomor 7 tahun 1984 tentang ratifikasi Konvensi Penghapusan segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan pasal 16 (d) yang pada pokoknya menyatakan dalam urusan-urusan yang berhubungan dengan anak-anak menjadi tanggungjawab bersama kedua orang tua.
  

Pasal 149 (b) KHI hanya memberikan batas waktu tiga bulan (masa iddah) untuk suami memberikan nafkah untuk istri setelah perceraian. Lalu bagaimana untuk bulan-bulan berikutnya, sementara istri tidak memiliki penghasilan ? Untuk kondisi demikian sangat dimungkinkan untuk menggunakan pasal 41 (c) yang menyatakan bahwa Pengadilan dapat mewajibkan bekas suami untuk memberikan biaya penghidupan dan/atau menentukan sesuatu kewajiban bagi bekas istri. Meski pasal ini tidak menentukan sampai kapan suami berkewajiban memberikan nafkah bagi mantan istrinya, tetapi bila kita mengacu pada Bab IV pasal 27 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman, maka sesungguhnya hakim dapat menggali atau mengapresiasi pasal dari UU Perkawinan tersebut dengan mempertimbangkan bahwa nafkah untuk istri dapat diberikan selama istri tidak memiliki penghasilan lain atau belum menikah lagi.



Masalahnya, meski telah ada keputusan Pengadilan sesuai dengan ketentuan-ketentuan tersebut diatas, dalam praktek tidak ada sanksi yang dapat dijatuhkan kepada para suami yang tidak memenuhi kewajibannya berdasarkan keputusan Pengadilan tersebut. Bila ini terjadi maka langkah yang dapat Anda lakukan adalah:

Mengirim Surat Permohonan kepada Pengadilan
Anda bisa mengirimkan surat yang ditujukan kepada Ketua Pengadilan Agama atau Pengadilan Negeri yang memutuskan proses perceraian Anda, yang isinya mendesak Pengadilan agar mengeluarkan surat perintah eksekusi (pelaksanaan putusan). Apabila surat Anda tersebut telah diterima oleh Pengadilan Agama atau Pengadilan Negeri, maka pihak Pengadilan akan mengirimkan surat peringatan (Anmaanning) kepada mantan suami Anda untuk melaksanakan isi putusan Pengadilan. Bila surat peringatan pertama tidak dilaksanakan, Pengadilan akan mengeluarkan surat tersebut sampai tiga kali. Bila sampai ketiga kali mantan suami Anda belum juga melaksanakan isi putusan, maka Pengadilan akan melakukan upaya paksa.

Sumber LBH APIK

Semoga sekilas mengenai hak hak nafkah untuk istri dan anak ini bisa bermanfaat, untuk info lebih lanjut bisa menghubungi Kantor kami di Jl. Sabuk Alu No. 36 Wonosobo, terimakasih.

Like This Article ?

7 comments:

  1. Kalo seorang istri yg diceraikan suaminya yg sudah tidak tahan lagi karena si kerap melawan suaminya yg telah melarangnya untuk berhubungan lagi dengan keluarga dari pihak istri. Namun si istri masih tetap ngeyel dan membangkang suaminya kemudian diceraikan oleh suaminya. Lalu si istri menuntut hak asuh anak dan nafkah atas dirinya dan anak2nya. Apakah si suami bisa dipaksa? Trus kalo si suami akhirnya Stres dan berhenti bekerja, lalu darimana caranya dia bisa dipaksa oleh hukum untuk menafkahi mereka? Kenapa tidak dipenjarakan atau sekalian saja ditikam suaminya itu oleh pengadilan? Istrinya yg sdh gila karna membangkang suaminya terus sampai cekcok tiap hari gara2 si istri yg maksa agar berhubungan terus dengan ortu dan keluarga si istri, sementara si suami tidak tahan dengan perlakuan keluarga dan ortu si istri terhadapnya. Dan si suami berulangkali telah menyampaikan bahwa keputusan rumah tangga ada di tangan suami dimana ketika suami melarang istri untuk pergi ke rumah ortu istrinya, terus menerus dilawan oleh istrinya dan ditentang oleh ortu istrinya. Lalu apa gunanya mereka menikah dan punya anak? Kenapa tdk suruh saja ortu si istri yg biayai hidup putrinya sendiri, toh mereka yg selalu ikut campur dalam urusan rumah tangga si mantunya. Atau kenapa tidak dipaksa saja si istrinya oleh pengadilan agar minta saja sama ortunya sendiri, toh dia lebih memilih mendengarkan omongan ortunya ketimbang suaminya sendiri. Si istri justru tidak ada otaknya, sdh tau ortunya orang susah malah tambah bikin susah dengan menceritakan masalah rmh tangga sama ortunya. Si istrinya jg yg bego karna lebih mentingkan ngurus ortunya ketimbang anak2nya sendiri. Padahal kan masih ada 1 org abangnya dan 3 adiknya yg sdh pada kerja dan tinggal dgn ortunya buat ngurusin ortunya itu, knapa pula si istri yg bego itu sok sibuk ngurusin ortunya ketimbang ngurusin suami dan anak2nya sendiri? Apa gak gila namanya itu si istri? Tambah lagi ortunya si istri juga gak beres. Bukannya nasihati putrinya agar fokus melayani suaminya eh malah ikut ngompor-ngomporin putrinya agar jgn mau ngalah sama suami. Gila gak itu? Jadi kalo akhirnya si suami stres karna gak tahan dgn sikap istrinya dan keluarga istrinya tsb, apa pengadilan mau memaksa si suami yg gajinya pas2an itu untuk menafkahi istri dan anak2nya? Ya udah mending penjarakan aja sekalian suaminya biar makin tambah stresnya. Kalo perlu ditikam aja sekalian suaminya itu oleh hukum agar tewas.soalnya kalo gak tewas dikhawatirkan si suami yg stress itu dendam sama ortu istri dan istrinya sendiri yg sdh buat dia susah. Dan korban yg paling besar akibat kebodohan si istri dan keluarga dari pihak istrinya tsb adalah anak2 hasil pernikahan si suami dan istri. Jadi sebaiknya putusan pengadilan atas kasus diatas adalah lebih memaksa si ortunya si istri utk balik lagi menafkahi putrinya sendiri karena dianggap tidak ikhlas dan tidak siap melepaskan putrinya sendiri untuk menikah. Dan alangkah baiknya agar menjadi pelajaran bagi para istri untuk lebih fokus melayani suami dan anak2nya ketimbang 'kangen' ataupun 'rindu' ingin dekat dengan ortu maupun keluarganya si istri. Perempuan yg seperti itu tidak ubahnya hanya sampah masyarakat dan merupakan hasil negatif dari emansisapi wanita. Sungguh malang benar nasib si suami yg rela banting tulang ini. Gajinya hanya pas-pasan. Dia tidak peminum maupun penjudi. Dia tidak mau selingkuh karna masih takut dosa. Sebenarnya ada banyak perempuan di muka bumi ini yg bisa dinikahinya lagi. Namun bodohnya suami, dia sdh terlanjur terlalu menyayangi istri dan anak2nya. Sayangnya dia dapat istri yg tidak siap nikah dan dapat mertua yg tidak siap menikahkan putrinya. Sementara sang suami pun tidak siap untuk putus dari istri dan anak2nya. Mampuslah dia.....

    ReplyDelete
    Replies
    1. Suaminya kok kasar banget ngatain istrinya bego, gimana isteri mau betah dirumah, pasti rindu rasa dulu waktu masih tinggal bersama orangtua.. Mungkin disana ia merasa lebih disayangi

      Delete
    2. Suaminya kok kasar banget ngatain istrinya bego, gimana isteri mau betah dirumah, pasti rindu rasa dulu waktu masih tinggal bersama orangtua.. Mungkin disana ia merasa lebih disayangi

      Delete
    3. Suaminya kok kasar banget ngatain istrinya bego, gimana isteri mau betah dirumah, pasti rindu rasa dulu waktu masih tinggal bersama orangtua.. Mungkin disana ia merasa lebih disayangi

      Delete
    4. saya tertarik dengan kasus yg mas tompi utarakan dan berharap ada contoh kasus seperti itu yg selesai di pengadilan dan dapat di bagikan.

      Delete
  2. Apa sebabnya si istri merasa lbh nyaman dgn keluarganya? Ditilik dulu itu,sy rasa kalau suami sdh sedemikian baik dan tetap menjaga komitmen rmh tangga dan si istri merasa nyaman dengan suaminya apakah akan cari tmpt lain. Dan ingat hubungan orgtua dan anak itu gak akan bisa diputuskan juga...dlm case ini dibutuhkan kedewasaan juga dr kedua belah pihak.

    ReplyDelete
  3. Apa sebabnya si istri merasa lbh nyaman dgn keluarganya? Ditilik dulu itu,sy rasa kalau suami sdh sedemikian baik dan tetap menjaga komitmen rmh tangga dan si istri merasa nyaman dengan suaminya apakah akan cari tmpt lain. Dan ingat hubungan orgtua dan anak itu gak akan bisa diputuskan juga...dlm case ini dibutuhkan kedewasaan juga dr kedua belah pihak.

    ReplyDelete

Powered by Blogger.
 
 
Copyright © 2013 UPIPA GOW WONOSOBO - All Rights Reserved
Design By QVAA VEER KHAN - Powered By Blogger